TANYA:
Saya seorang pemuda yang memiliki ghirah tinggi terhadap Islam, menjaga shalat dan rukun-rukunnya. Pertanyaan saya, manakah hadits yang paling shahih.?
JAWAB:
Kami katakan, kami memohon kepada Allah SWT bagi kami dan seluruh saudara-saudara kita, kaum Muslimin agar dianugerai ketegaran untuk tetap istiqamah.
Ada pun mengenai hadits-hadits shahih, maka melalui pertanyaan anda, nampak bagi saya, bahwa anda adalah seorang penuntut ilmu pemula. Orang seperti anda, tentu tidak bisa membedakan sendiri, mana hadits yang shahih dan mana yang tidak melalui jalur kajian sanad.
Oleh karena itu, anda harus antusias untuk menggunakan kitab-kitab yang konsisten memilah mana hadits yang shahih. Bila anda menemukan sebuah hadits dirujuk kepada kitab ash-Shahihain (Shahih al Bukhari dan Muslim) atau salah satu dari keduanya, maka ini baik. Atau bila anda mendapatkan salah seorang ulama yang diakui kapasitas keilmuannya menshahihkannya, maka ini baik. Di antaranya, pentash-hihan yang dilakukan Syaikh Nashiruddin al Albani, sekalipun tidak seorang pun yang dapat terhindar dari kritikan dan sorotan. Yang penting, beliau memang demikian mengabdikan dirinya untuk Sunnah Nabi SAW.
Orang seperti anda juga perlu mengambil buku-buku yang konsisten memilah mana hadits yang shahih. Artinya, anda tidak boleh menerima begitu saja setiap hadits yang diriwayatkan, menyampaikan sebuah hadits yang dikatakan kepada anda atau menerima hadits dari buku apa saja yang anda lihat. Hendaknya anda berhati-hati.!! Sebab Nabi SAW bersabda, “Barangsiapa yang menyampaikan sebuah hadits dariku, yang ia melihat dirinya telah berdusta (dalam hal itu), maka ia termasuk salah seorang tukang dusta.”. Dalam sebagian riwayat disebutkan, ”…maka ia termasuk salah seorang tukang banyak dusta.”
Dalam hal ini, silahkan merujuk kepada mukaddimah Shahih Muslim, sebab beliau mengetengahkan apa yang semestinya dijadikan dalil dalam masalah seperti ini, khususnya dari pendapat-pendapat para ulama dalam memperingatkan tindakan meriwayatkan hadits tanpa mengetahui mana yang shahih dan mana yang tidaknya.? Sebab hal ini dianggap sebagai ‘mengatakan sesuatu terhadap Allah dan Nabi-Nya tanpa ilmu.” (na’uzubillahi min dzalik-red)
(SUMBER: Fatawa Haditsiyyah karya Syaikh Sa’d bin ‘Abdullah Al Humaid, hal.160-161)
Saya seorang pemuda yang memiliki ghirah tinggi terhadap Islam, menjaga shalat dan rukun-rukunnya. Pertanyaan saya, manakah hadits yang paling shahih.?
JAWAB:
Kami katakan, kami memohon kepada Allah SWT bagi kami dan seluruh saudara-saudara kita, kaum Muslimin agar dianugerai ketegaran untuk tetap istiqamah.
Ada pun mengenai hadits-hadits shahih, maka melalui pertanyaan anda, nampak bagi saya, bahwa anda adalah seorang penuntut ilmu pemula. Orang seperti anda, tentu tidak bisa membedakan sendiri, mana hadits yang shahih dan mana yang tidak melalui jalur kajian sanad.
Oleh karena itu, anda harus antusias untuk menggunakan kitab-kitab yang konsisten memilah mana hadits yang shahih. Bila anda menemukan sebuah hadits dirujuk kepada kitab ash-Shahihain (Shahih al Bukhari dan Muslim) atau salah satu dari keduanya, maka ini baik. Atau bila anda mendapatkan salah seorang ulama yang diakui kapasitas keilmuannya menshahihkannya, maka ini baik. Di antaranya, pentash-hihan yang dilakukan Syaikh Nashiruddin al Albani, sekalipun tidak seorang pun yang dapat terhindar dari kritikan dan sorotan. Yang penting, beliau memang demikian mengabdikan dirinya untuk Sunnah Nabi SAW.
Orang seperti anda juga perlu mengambil buku-buku yang konsisten memilah mana hadits yang shahih. Artinya, anda tidak boleh menerima begitu saja setiap hadits yang diriwayatkan, menyampaikan sebuah hadits yang dikatakan kepada anda atau menerima hadits dari buku apa saja yang anda lihat. Hendaknya anda berhati-hati.!! Sebab Nabi SAW bersabda, “Barangsiapa yang menyampaikan sebuah hadits dariku, yang ia melihat dirinya telah berdusta (dalam hal itu), maka ia termasuk salah seorang tukang dusta.”. Dalam sebagian riwayat disebutkan, ”…maka ia termasuk salah seorang tukang banyak dusta.”
Dalam hal ini, silahkan merujuk kepada mukaddimah Shahih Muslim, sebab beliau mengetengahkan apa yang semestinya dijadikan dalil dalam masalah seperti ini, khususnya dari pendapat-pendapat para ulama dalam memperingatkan tindakan meriwayatkan hadits tanpa mengetahui mana yang shahih dan mana yang tidaknya.? Sebab hal ini dianggap sebagai ‘mengatakan sesuatu terhadap Allah dan Nabi-Nya tanpa ilmu.” (na’uzubillahi min dzalik-red)
(SUMBER: Fatawa Haditsiyyah karya Syaikh Sa’d bin ‘Abdullah Al Humaid, hal.160-161)
Sumber: http://www.alsofwah.or.id/?pilih=lihathadits&id=116